Hari Guru Nasional selalu menjadi momen spesial di dunia pendidikan Indonesia.
Pasalnya, setiap tanggal 25 November, baik para siswa, wali murid, dan beberapa lembaga, sibuk mengadakan kegiatan untuk menyambut Hari Guru Nasional tersebut.
Berbagai acara digelar untuk merayakan jasa para guru, mulai dari upacara bendera hingga pemberian kado sebagai tanda terima kasih. Namun, di tengah semarak perayaan Hari Guru Nasional itu, muncul ironi yang menyayat hati.
Banyak portal berita yang mempublikasikan kasus-kasus siswa yang menunjukkan perilaku tidak hormat kepada gurunya. Baik kejadian di dalam kelas, maupun di luar lingkungan sekolah.
Fenomena tidak mengenakkan ini tentu harus menjadi alarm bagi kita semua, tentang betapa besarnya tantangan di dunia pendidikan saat ini yang harus dihadapi.
Mengenai Hari Guru Nasional dan Fenomena yang Terjadi
Tradisi Positif di Hari Guru
Hari Guru sering kali menjadi momen bagi siswa untuk menunjukkan rasa terima kasih kepada guru mereka. Di banyak sekolah, siswa memberikan kado kecil, bunga, atau kartu ucapan yang penuh doa dan harapan.
Beberapa sekolah bahkan menggelar acara kreatif seperti drama, lomba puisi, atau pertunjukan seni yang dipersembahkan khusus untuk guru.
Tradisi ini memperlihatkan bahwa penghormatan kepada guru masih memiliki tempat di hati sebagian besar siswa. Bagi banyak guru, penghargaan sederhana ini terasa lebih bermakna daripada sekadar formalitas seremonial.
Namun, di balik kehangatan ini, muncul tantangan besar yang harus dihadapi: tren hilangnya adab siswa terhadap guru.
Hilangnya Adab di Kalangan Siswa
Dalam beberapa tahun terakhir, berita tentang siswa yang berperilaku tidak sopan kepada guru semakin sering terdengar. Kasus siswa yang berbicara kasar, memukul guru, atau bahkan mencemooh mereka di media sosial menjadi cerminan masalah yang lebih dalam.
Sebuah survei dari Lembaga Pendidikan Indonesia menunjukkan bahwa 40% guru merasa kurang dihormati oleh siswa dibandingkan 10 tahun yang lalu. Penyebabnya beragam, mulai dari kurangnya pendidikan karakter di rumah hingga pengaruh budaya digital yang memudahkan siswa melupakan batasan-batasan dalam berkomunikasi.
"Di kelas, siswa sekarang lebih sulit diatur. Mereka membawa masalah dari luar ke sekolah dan kadang tidak tahu bagaimana harus bersikap kepada gurunya," kata seorang guru SMA di Bandung.
Kasus-kasus ini menunjukkan perlunya perhatian lebih terhadap pendidikan karakter siswa, bukan hanya fokus pada aspek akademis semata.
Pentingnya Pendidikan Adab
Adab bukan hanya soal tata krama, melainkan juga sikap hormat yang mendalam kepada seseorang yang berperan besar dalam kehidupan kita. Dalam tradisi Indonesia, guru sering disebut sebagai "pahlawan tanpa tanda jasa." Namun, penghormatan ini tampaknya mulai pudar di kalangan siswa generasi muda.
Pendidikan adab seharusnya dimulai di rumah. Orang tua memiliki tanggung jawab untuk menanamkan nilai-nilai moral dan menghormati guru sejak dini. Sayangnya, dalam beberapa kasus, orang tua justru menjadi contoh buruk ketika mereka menyalahkan guru atas kesalahan anak mereka, alih-alih mendukung proses pendidikan.
Di sekolah, pendidikan karakter bisa menjadi solusi. Guru perlu mengajarkan pentingnya adab, baik melalui pelajaran langsung maupun contoh nyata dalam interaksi sehari-hari. Dalam banyak budaya, guru dipandang sebagai sosok yang setara dengan orang tua. Filosofi ini harus terus ditanamkan agar siswa memahami betapa pentingnya menghormati guru.
Mengembalikan Hubungan Guru-Siswa yang Harmonis
Untuk mengatasi hilangnya adab siswa, semua pihak perlu terlibat. Berikut beberapa langkah yang bisa diambil:
- Pendidikan Karakter yang Terintegrasi: Sekolah perlu memasukkan pendidikan karakter ke dalam kurikulum, menanamkan nilai-nilai seperti kesopanan, tanggung jawab, dan rasa hormat.
- Keterlibatan Orang Tua: Orang tua harus mendukung peran guru, bukan malah meremehkannya di depan anak-anak mereka.
- Adaptasi Guru: Guru perlu belajar memahami siswa generasi digital, menggunakan pendekatan yang relevan agar siswa merasa dihargai tetapi tetap tahu batasan.
- Penegakan Aturan: Sekolah harus tegas dalam menegakkan aturan disiplin terkait sikap siswa terhadap guru.
Hari Guru sebagai Momentum Refleksi
Hari Guru Nasional adalah waktu yang tepat untuk merayakan jasa guru, tetapi juga menjadi pengingat akan tantangan yang ada. Guru tidak hanya membutuhkan penghormatan dalam bentuk kado atau ucapan, tetapi juga dukungan nyata dalam menjalankan tugasnya.
Para siswa, khususnya generasi muda, perlu memahami bahwa guru adalah fondasi penting dalam kehidupan mereka. Sebuah bangsa yang maju dimulai dari pendidikan yang berkualitas, dan pendidikan yang berkualitas hanya dapat terjadi jika ada hubungan harmonis antara guru dan siswa.
Hari Guru tidak boleh hanya menjadi acara seremonial, tetapi juga momentum refleksi. Kita perlu bertanya: sudahkah kita menghormati guru sebagaimana mereka layak dihormati? Sudahkah kita mendukung mereka dalam menghadapi tantangan zaman?
Penutup
Guru adalah pilar pendidikan dan pembentuk karakter generasi masa depan. Merayakan Hari Guru berarti tidak hanya menghormati jasa mereka secara simbolis, tetapi juga berkomitmen untuk memperbaiki hubungan antara siswa dan guru.
Mari jadikan Hari Guru sebagai awal untuk memperbaiki budaya menghormati guru, dimulai dari diri kita sendiri. Karena sejatinya, menghormati guru adalah menghormati ilmu yang mereka bagikan—ilmu yang menjadi bekal kita untuk masa depan.
0 Comments