Ketika mengikuti salah satu agenda Tur Toer Tualang dalam rangka perayaan 100 tahun Pramoedya Ananta Toer, ada satu hal yang terus terngiang di benakku: keberanian.
Jadwal Tur Toer Tualang yang kuikuti merupakan kegiatan diskusi sederhana yang diadakan di Kammari, sebuah kafe cukup estetik yang berlokasi di sekitar Pasar Lama Gresik.
Berbicara mengenai keberanian yang kutemukan di kegiatan Tur Toer Tualang, itu bukan hanya mengenai keberanian Pramoedya dalam menulis dan menghadapi konsekuensi dari tulisannya, tetapi juga keberanian yang ditekankan oleh adiknya, Soesilo Toer. Pembicara utama dalam setiap rangkaian tur di 15 kota di Jawa Timur tersebut.
Di usianya yang hampir 88 tahun, Pak Soesilo masih begitu semangat berbagi pemikirannya tentang hidup. Salah satu pesan yang paling membekas bagiku adalah 'Hidup Harus Berani'.
Beliau tidak hanya menuliskannya, tetapi juga menekankan nasihat itu kepadaku secara lisan. Katanya, keberanian adalah kunci untuk tetap melangkah, bertahan, dan berkembang.
Sebagai seorang penulis—atau siapa pun yang ingin menjadi penulis—sepertinya akan setuju bahwa keberanian merupakan fondasi utama yang harus dimiliki. Bukan hanya keberanian dalam menciptakan cerita, tetapi juga dalam menghadapi kritik, kegagalan, dan bahkan kesuksesan itu sendiri.
Keberanian yang diajarkan Soesilo Toer dalam Tur Toer Tualang
Berani Memulai
Banyak orang bermimpi menjadi penulis, tetapi tak sedikit yang ragu untuk benar-benar mulai menulis. Alasan klasiknya? Takut tulisannya jelek, takut tidak ada yang membaca, takut dibanding-bandingkan dengan penulis lain.
Namun, mari kita lihat Pramoedya Ananta Toer. Jika ia menunggu hingga merasa benar-benar siap atau yakin karyanya sempurna, mungkin kita tidak akan pernah membaca Bumi Manusia atau novel-novelnya yang lain.
Menulis adalah perjalanan yang harus dimulai, meskipun dengan langkah kecil. Tidak mungkin ada tulisan pertama yang langsung sempurna. Bahkan, banyak karya hebat yang lahir dari serangkaian revisi dan pembelajaran terus-menerus. Berani memulai berarti berani menerima ketidaksempurnaan dan berani berusaha untuk dapat terus berkembang.
Berani Menyuarakan Gagasan
Pramoedya bukan hanya seorang penulis, tetapi juga seorang pemikir yang lantang menyuarakan realitas sosial dan sejarah melalui karyanya. Banyak tulisannya yang kontroversial, bahkan membuatnya dipenjara. Akan tetapi, apakah ia berhenti? Tidak! Ia tetap menulis, meskipun dalam keterbatasan.
Dalam dunia kepenulisan, kita sering kali dihadapkan pada ketakutan tentang apakah tulisan kita akan diterima atau ditolak. Apakah ide yang kita sampaikan terlalu berani? Apakah ada orang yang akan tersinggung? Namun, pada kenyataannya, inilah tantangan seorang penulis—untuk tetap menulis dengan kejujuran dan keberanian.
Berani menulis berarti berani jujur. Tidak semua orang akan setuju dengan tulisan kita, dan itu tidak masalah. Yang penting adalah kita tetap setia pada suara kita sendiri.
Berani Mempublikasikan Karya
Banyak penulis memiliki tumpukan tulisan yang tak pernah mereka publikasikan, entah karena takut dikritik, merasa tidak cukup baik, atau ragu dengan respons orang lain. Padahal kenyataannya, tidak ada penulis yang berkembang hanya dengan menyimpan tulisannya sendiri.
Keberanian untuk mempublikasikan karya adalah langkah besar dalam perjalanan seorang penulis. Bisa jadi karya pertama tidak mendapat banyak perhatian, mungkin bahkan dikritik habis-habisan. Namun, itu semua bagian dari proses.
Tanpa keberanian untuk menunjukkan karya kita ke dunia, kita tidak akan pernah tahu seberapa jauh kita bisa melangkah.
Berani Gagal dan Terus Bangkit
Menjadi penulis tentu tidak akan selalu bertemu jalan yang mulus terus. Akan ada penolakan dari penerbit, ada kritik pedas dari pembaca, ada momen di mana kita merasa tulisan kita tidak cukup baik.
Namun, percayalah, justru dari setiap kegagalan kita akhirnya bisa banyak belajar dan berkembang.
Pramoedya mengalami banyak sekali kesulitan dalam hidupnya—karyanya dilarang, ia dipenjara, nyawanya terancam. Akan tetapi, ia tidak berhenti. Ia terus berkarya, terus menulis, terus berbicara melalui kata-katanya.
Kita pun perlu memiliki keberanian yang sama. Jika satu tulisan ditolak, tulis yang lain. Jika satu buku gagal di pasaran, buat buku berikutnya lebih baik. Jika satu ide tidak berhasil, eksplorasi ide baru.
Kesimpulan
Tur Toer Tualang memberikanku banyak pelajaran tentang keberanian, terutama dalam dunia kepenulisan. Dari Pramoedya, kita belajar bahwa menulis bukan hanya tentang merangkai kata-kata, tetapi juga tentang memiliki keberanian untuk menyuarakan sesuatu.
Dari Soesilo Toer, kita belajar bahwa keberanian adalah bahan bakar yang membuat kita tetap semangat, tetap hidup, tetap berjuang.
Menjadi penulis yang sukses bukan hanya soal bakat atau keterampilan, tetapi juga soal keberanian.
Berani memulai, berani menyuarakan gagasan, berani mempublikasikan karya, dan berani menghadapi kegagalan. Karena tanpa keberanian, tulisan kita hanya akan tetap menjadi sekadar angan.
Maka, jika kamu ingin menjadi seorang penulis, satu hal yang harus kamu lakukan mulai dari sekarang: beranilah!
0 Comments